Senin, 13 Juli 2015

Sara

A. Pengertian SARA

SARA adalah berbagai pandangan dan tindakan yang didasarkan pada sentimen identitas yang menyangkut keturunan, agama, kebangsaan atau kesukuan dan golongan. Setiap tindakan yang melibatkan kekerasan, diskriminasi dan pelecehan yang didasarkan pada identitas diri dan golongan dapat dikatakan sebagai tidakan SARA. Tindakan ini mengebiri dan melecehkan kemerdekaan dan segala hak-hak dasar yang melekat pada manusia. SARA Dapat Digolongkan Dalam Tiga Katagori :
• Kategori pertama yaitu Individual : merupakan tindakan Sara yang dilakukan oleh individu maupun kelompok. Termasuk di dalam katagori ini adalah tindakan maupun pernyataan yang bersifat menyerang, mengintimidasi, melecehkan dan menghina identitas diri maupun golongan.
• Kategori kedua yaitu Institusional : merupakan tindakan Sara yang dilakukan oleh suatu institusi, termasuk negara, baik secara langsung maupun tidak langsung, sengaja atau tidak sengaja telah membuat peraturan diskriminatif dalam struktur organisasi maupun kebijakannya.
• Kategori ke tiga yaitu Kultural : merupakan penyebaran mitos, tradisi dan ide-ide diskriminatif melalui struktur budaya masyarakat.


Dalam pengertian lain SARA dapat di sebut Diskriminasi yang merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain. Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama. Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan.
SARA akhir-akhir ini muncul sebagai masalah yang dianggap menjadi salah satu sebab terjadinya berbagai gejolak sosial di negara kita. Perkelahian antara suku Madura dan suku Dayak di Kalimantan Barat, perkelahian antara suku Makasar dan penduduk asli Timor yang kemudian berkembang menjadi pergesekan antaragama Katolik dan Islam, merupakan contoh peristiwa SARA (suku, agama, ras, antargolongan) di negara kita. Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan suku bangsa, maka masalah SARA merupakan hal biasa. Tapi ada beberapa hal menarik untuk dicermati dalam masalah SARA. Pertama, hubungan antara suku pribumi dan nonpribumi (baca: Cina) sampai saat ini belum dapat dipecahkan, dan tetap menjadi pemicu potensial timbulnya konflik sosial. Kedua, SARA muncul kembali sebagai faktor pendorong timbulnya "nasionalisme daerah", berupa upaya memisahkan suatu wilayah dari wilayah Republik Indonesia, meskipun masalah ini secara historis seharusnya sudah selesai ketika bangsa ini memproklamasikan Sumpah Pemuda 1928. Ketiga, ada gejala bergesernya sebab pemicu: timbulnya gejolak sosial dari masalah SARA ke masalah yang bersifat struktural.
SARA, khususnya agama, sering terlihat menjadi pemicu. Namun kita perlu bersikap hati-hati sebelum mengambil kesimpulan bahwa agama "adalah pemicu utama" pecahnya suatu konflik sosial. Faktor agama dari SARA hanya menjadi "limbah" suatu masalah yang lebih besar, seperti masalah penguasaan sumber daya alam, kesiapan bersaing, serta kolusi antara pejabat dan suatu etnik tertentu. Demikian pula halnya suku dalam SARA. Sebagai contoh, kebetulan etnik Cina atau suku Makasar dan Madura mampu bersaing dalam penguasaan sumber alam, maka merekalah yang dijadikan tumpuan kemarahan suku yang merasa kehilangan penguasaan sumber alamnya.
Kita memang perlu melihat masalah SARA dari perspektif lain, yakni perspektif ketidakseimbangan antara suku dalam akses mereka pada sumber alam dan faktor-faktor pada tingkat makro lain, seperti belum terciptanya birokrasi yang secara politis netral. Perspektif seperti ini akan melihat masalah sebenarnya yang kini dihadapi bangsa ini, karena SARA hanya merupakan "limbah" masalah dasar itu, serta wahana mobilisasi masyarakat, guna menarik perhatian pemerintah untuk menyelesaikan masalah dasar tersebut. Indonesia memang perlu perubahan apabila ingin memasuki abad ke-21 dengan utuh sebagai suatu bangsa.
SARA tak akan mampu memicu terjadinya suatu ketegangan apabila tak terkait dengan faktor struktural yang ada dalam masyarakat. Singapura dan Malaysia adalah negara multietnik dan multibudaya, namun hubungan antaretnik relatif harmonis. Hipotesis saya, karena Pemerintah Malaysia dan Singapura -berserta aparaturnya- termasuk pemerintahan yang bersih, baik dari segi ekonomi maupun politik. Karena aparatur kedua pemerintahan itu bersih, maka keadilan pun terjamin.
Masih sulit untuk mengatakan bahwa kita telah memiliki suatu pemerintahan yang bersih. Akibatnya, keadilan sulit dicapai.Sekelompok etnik tertentu, yang bekerja sama dengan aparatur negara yang tak bersih, mampu lebih cepat memanfaatkan kesempatan yang diciptakan pemerintah. Hal ini kemudian menimbulkan masalah SARA atau sikap anti terhadap suku tertentu.
Tapi kita perlu memahami bahwa masalah tersebut muncul karena kelompok etnik itu mengalami political insecurity dalam masyarakat, sehingga mereka perlu mencari security melalui aliansi dengan aparatur pemerintah yang mengalami economic insecurity.
Gejala menarik yang terjadi di negara kita, adanya satu birokrasi yang merupakan bagian suatu organisasi sosial politik (orsospol). Ketidaknetralan birokrasi itu dapat memancing ketegangan sosial yang manifestasinya adalah pada tindakan SARA. Contohnya, beberapa gejolak sosial pada Pemilu 1997, seperti terjadi di Pekalongan. Dalam hal ini, kita dapat mendeteksi adanya political insecurity di kalangan aparatur, yakni takut kehilangan jabatan apabila orsospol tertentu kalah. Political insecurity itu sering dimanifestasikan dalam tingkah laku yang bersifat overakting, yang dapat menimbulkan reaksi keras dari orsospol lain, yang pada akhirnya menimbulkan tindakan SARA.
Bagaimanapun, SARA adalah bagian dari bangsa dan negara Indonesia. Kita tak dapat menghindar dari masalah ini. Kita dapat mencegah SARA menjadi sumber kerawanan dengan menempuh beberapa cara. Pertama, dalam membangun perekonomian harus secara tegas ditempuh pendekatan affirmative action, yakni memberi kesempatan sebesar-besarnya kepada penduduk pribumi untuk berkembang. Kedua, pemerintah harus menciptakan aparatur pemerintah yang netral dari segi politis. Korpri harus dianggap sebagai organisasi profesional pegawai negeri sipil, bukan mesin perolehan suara dalam pemilu. Ketiga, terciptanya suatu organisasi bagi kelompok etnik Cina yang dapat memberikan perlindungan politis bagi mereka, sehingga tak perlu mencari perlindungan kepada birokrasi. Keempat, menciptakan pemerintahan yang bersih dari segala jenis kecurangan.

B. Konflik yang terjadi pada SARA
Pasca bentrokan antar warga yang terjadi dikawasan Pohon Pule, Kecamatan Sirimau Kota Ambon, Maluku pada Kamis dini hari situasi keamanan di kota Ambon sudah mulai normal kembali. Angkutan umum sudah beroperasi seperti biasa. Namun aparat keamanan dengan senjata lengkap masih disiagakan disejumlah titik yang dianggap rawan terjadinya konflik. Aparat kepolisian kini telah melakukan olah tempat kejadian perkara dilokasi bentrokan.

Bentrokan yang terjadi pada Kamis dini hari membuat sebagian warga yang hendak melakukan aktifitas di pagi hari sempat terganggu, lantaran takut terjebak konflik. Situasi keamanan di kota Ambon pasca bentrokan sudah mulai terkendali dan warga sudah mulai beraktifitas, bahkan angkutan umum yang sempat tidak beroperasi kini sudah beroperasi seperti biasa. Meski situasi keamanan di kota Ambon sudah terkendali, namun aparat keamanan dengan bersenjata lengkap masih melakukan penjagaan disejumlah titik yang dianggap rawan terjadi bentrokan seperti dikawasan Pohon Pule dan Pertigaan Tugu Trikora.

Bentrokan yang terjadi pada Kamis dini hari mengakibatkan sedikitnya tiga rumah warga ludes dibakar massa. Untuk mengetahui terjadinya penyebab bentrokan, aparat kepolisian dari Polda Maluku melakukan olah tempat kejadian perkara dan sampai saat ini belum ada keterangan resmi dari aparat kepolisian terkait penyebab terjadinya bentrokan, namun diduga bentrokan dipicu sekelompok orang tak dikenal yang melakukan pelemparan terhadap sekelompok warga dikawasan Pohon Pule.

C. Pencegahan Konflik
Konflik SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) telah meluas di Indonesia. Ada bentrokan, pembunuhan, perampokan, pencurian, kecemburuan sosial, dan sebagainya. Kita tentunya tidak menginginkan ketegangan dan perpecahan ini terus terjadi selamanya bukan?

Hal –hal yang perlu kita lakukan sebagai upaya mengatasi konflik SARA di Indonesia:
1. Berdoa pada Tuhan Yang Maha Kuasa
Doa pada Tuhan sangat penting dalam kehidupan orang beriman. Melihat dari sila pertama Pancasila saja sudah menyiratkan akan betapa berharganya campur tangan Tuhan dalam hidup manusia. Untuk dapat mengatasi konflik SARA yang semakin pelik ini, kita harus mengandalkan Tuhan dengan memohon kekuatan dari Nya untuk dapat mengatasi konflik SARA dan mengendalikan diri. Kita harus bersyukur pada Tuhan yang telah menciptakan kita pada suku, agama, ras, dan golongan tertentu. Seringkali ada orang yang menyalah-nyalahkan Tuhan atas penempatan dirinya di sebuah keluarga dengan suku tertentu yang sangat berbeda dan kurang dapat diterima oleh masyarakat setempat. Ini sungguh hal yang tidak masuk akal dan memilukan. Pencipta memiliki kedaulatan penuh atas hidup ciptaan Nya. Kayu tidak tahu kenapa dia harus menjalani proses yang penjang dan menyakitkan untuk dapat berubah wujud menjadi kursi, kursi lebih indah ketika diolah oleh tukang kayu. Satu hal yang harus kita ingat: di manapun kita ditempatkan oleh Tuhan, kita harus selalu bersyukur atas hidup kita dan memuliakan nama Tuhan selamanya.

2. Mengendalikan emosi
Ketika kita mendengar orang menghina kita atau sesuatu yang berhubungan erat dengan kita, seringkali kita merasa tersinggung. Oleh sebab itu, kita harus berusaha mengendalikan emosi. Jangan pernah membalas kejahatan dengan kejahatan, namun dengan kebaikan. Pada waktu diejek, jangan mengutuk, memukul, menampar, menonjok, mengeluarkan kata-kata kotor, dan sebagainya. Hal pertama yang harus dilakukan ketika perasaan kita dicampur aduk oleh orang yang menyebalkan adalah menenangkan hati. Setelah itu berdoa mohon kesabaran dari Tuhan, menasihati orang kejam itu secara sopan, dan mendoakan orang tersebut agar ia dapat bertobat. Menasihati orang secara sopan dan terbuka itu lebih baik daripada hanya membiarkannya, membalasnya, memukulnya, atau menggosipkannya di belakang karena nasihat bisa membuat orang lain memperbaiki dirinya. Bayangkan saja kalau kejahatan dibalas dengan kejahatan itu tidak akan pernah berujung, selalu ada kelanjutan dari perseteruan itu dan balas dendam. Selain itu, cap negatif dari orang jahat itu terhadap kita akan semakin buruk. Hal ini tidak akan menyelesaikan masalah, malah cuma menambah dan memperbesar konflik saja. Orang yang disakiti juga akan menyakiti orang-orang lain yang tak bersalah akibat emosi yang meluap-luap dari hatinya.

3. Jangan memanggil orang lain dengan julukan berdasarkan SARA
Hal ini mungkin tidak bermasalah bagi beberapa orang karena kedekatan atau canda gurau saja. Namun, julukan dapat pula menyinggung perasaan orang lain. Misalnya, orang tertawa sambil memanggil seseorang yang belum terlalu dekat dengannya dan berkata “orang kaya baru” atau “orang China bermata sipit”. Orang yang dipanggil sembarangan itu dapat tersinggung perasaannya jika orang tersebut memiliki perasaan yang sensitif. Bahkan ada kemungkinan ia langsung mengungkapkan perasaan marahnya dan bertengkar dengan orang yang memanggilnya dengan julukan itu. Sedekat apapun hubungan kita dengan seseorang, sebisa mungkin jangan menyinggung atau memberi julukan berkaitan dengan masalah SARA ini agar tidak melukai hatinya.

4. Jangan menghakimi dan berpikiran negatif tentang suku, agama, ras, dan golongan yang berbeda
Saat menjumpai beberapa orang dari golongan tertentu yang memiliki sifat buruk sama, jangan pernah menghakimi atau menghina golongan tersebut. Sebagai contoh, orang kaya di sekitar rumah Anda semuanya suka membuang sampah sembarangan. Lalu Anda langsung menyimpulkan bahwa orang kaya itu tidak bertanggung jawab. Hal ini tidak boleh dilakukan karena tidak semua orang seperti itu. Kesimpulan yang didapat tidak menyeluruh, tapi hanya dari sudut pandang Anda saja. Masih ada banyak orang kaya yang bertanggung jawab dan membuang tempat sampah pada tempatnya. Itu adalah pandangan subjektif yang tidak adil dan sangat picik dengan menyamaratakan orang lain berdasarkan suku, agama, ras, dan golongan tertentu.

Dengan menghakimi orang lain, berarti merasa lebih baik darinya padahal semua orang sama-sama pernah berbuat dosa dan memiliki kelemahan. Orang yang suka menghakimi orang lain adalah orang yang sombong dan tidak menghormati Tuhan. Menghakimi itu hak khusus Tuhan saja, bukan manusia. Dengan memandang rendah dan menghakimi orang lain berarti sama dengan mengambil alih kekuasaan Tuhan. Padahal bagaimanapun juga, hak Sang Pencipta Yang Kudus dan Sempurna tidak bisa diminta oleh manusia yang penuh noda. Jangan suka mencari-cari kesalahan orang lain dan membesar-besarkan nya, tetapi introspeksi diri sendiri terlebih dulu. Apakah ada tindakan kita yang salah sehingga membuat orang lain membenci kita. Jika ada, perbaiki karakter pribadi dan jadi orang yang lebih bijaksana.  Ketika ada orang dari suku, agama, ras, dan golongan yang berbeda, bertemanlah dengan orang tersebut. Jangan pernah menjauhi dan membeda-bedakan orang. Jangan pula membanding-bandingkan antara suku, agama, ras, dan golongan satu dengan yang lainnya. Tiap suku, agama, ras, dan golongan memiliki keunikan, kelebihan, dan kekurangan masing-masing.

5. Jangan memaksakan kehendak pada orang lain
Pemaksaan yang saya maksud di sini, khususnya berkaitan dengan agama. Ada orang yang berpikir bahwa ia memeluk agama yang terbaik. Mungkin memang benar demikian. Jika ingin bersaksi tentang iman di agama tertentu boleh-boleh saja. Hal ini sering saya dan teman-teman saya lakukan. Namun yang salah adalah jika seseorang memaksakan kehendak pada orang lain untuk memeluk agamanya dengan menjelek-jelekkan agama lain. Jika orang lain mau percaya, itu bagus. Namun bila tidak percaya pun juga tidak menjadi masalah. Bersaksi bukan keberhasilan mengajak orang masuk agama tertentu tapi bersandar pada Tuhan yang mampu mengubahkan hati. Selain itu, kita juga menceritakan tentang kebenaran firman Tuhan baik dari Kitab Suci maupun pengalaman rohani. Jangan pernah memaksakan kehendak pada orang lain, apalagi dengan melakukan pengancaman, pengeboman, penyogokan, teror, kekerasan, dan lain-lain. Semua itu hanya akan memperkeruh suasana. Tuhan tidak ingin umat Nya saling menghancurkan sebab kejahatan dan pemaksaan itu juga pasti meremukkan hati Tuhan yang sangat memperhatikan umat Nya.

6. Menghormati dan mengasihi orang lain
Apakah Anda ingin dihina oleh orang lain? Saya percaya tidak ada orang yang ingin dihina dan disepelekan. Oleh sebab itu, kita harus menyadari akan hal ini. Jangan menghina dan menjauhi orang lain bila Anda tidak mau dihina dan dijauhi. Jangan menyuruh-nyuruh orang lain jika Anda tidak ingin disuruh-suruh. Jangan memukul orang kalau tidak mau dipukul. Jangan pamer dan menyombongkan kelebihan diri jika Anda tidak suka orang yang suka pamer. Seorang pelukis yang lukisannya diinjak-injak akan sedih karena hasil karyanya diremehkan, padahal ia telah berjuang keras untuk membuat karya terbaik. Jangan memperlakukan orang lain secara kasar karena itu bukan hanya menyakiti hati sesamamu, melainkan juga hati Tuhan yang telah menciptakan manusia. Hormati dan kasihi orang lain seperti menghormati dan mengasihi diri sendiri dan juga Sang Pencipta kita. Maafkan dan ampuni orang yang bersalah pada kita walaupun mereka tidak minta maaf. Ini memang sulit. Tetapi tetaplah beriman bahwa bersama Tuhan, tidak ada yang tak mungkin asal hati kita benar-benar mau tulus mengasihi sesama dan menyenangkan hati Nya. Tiap ada kemauan untuk damai, salalu ada jalan.

6. Melakukan dan memikirkan hal-hal positif secara bersama-sama
Satu hal penting yang wajib diingat oleh setiap warga Indonesia adalah: keanekaragaman suku, agama, ras, dan golongan itu memperlengkapi kesatuan Indonesia. Jika tubuh hanya terdiri dari mata saja, tubuh tidak dapat melakukan aktivitas lain selain melihat. Demikian pula dengan bangsa ini. Jika hanya terdiri dari satu suku saja, maka terasa kurang lengkap dan miskin budaya. SARA seharusnya semakin memperkaya budaya negeri kita tercinta dan jangan sampai memecahkan persatuan yang telah terbina selama ini. Berpikirlah positif terhadap suku, agama, ras ,dan golongan lain. Mari kita lakukan hal-hal positif seperti ramah tamah dengan banyak orang, diskusi kenegaraan, bakti sosial, dan gotong royong bersama-sama dengan orang-orang dari suku, agama, ras, dan golongan yang sama maupun berbeda. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat memupuk semangat nasionalisme, rasa kekeluargaan, dan kebersamaan antar masyarakat Indonesia.

Demikianlah upaya mengatasi konflik SARA di Indonesia menurut opini saya. Perubahan besar dimulai bukan dari orang lain tapi dari diri sendiri, namun dapat berpengaruh pada orang-orang di sekitar kita. Mari kita berjuang bersama untuk Indonesia yang penuh damai dan sukacita di dalam Tuhan.

Sumber :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar